Oleh: Misran Lubis (Kordinator Unit PEA-PKPA)

(Pengalaman PKPA dalam respon tanggap darurat di Indonesia)


Situasi Bencana di Indonesia

Tsunami dan gempa bumi yang terjadi pada 26 desember 2004 yang melanda Propinsi Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia memberikan pengalaman tersendiri bagi PKPA dalam melaksanakan program kemanusiaan yang secara spesifik ditujukan pada perlindungan anak di situasi yang tanggap darurat. Setelah gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, bencana alam susulan terjadi di beberapa tempat lain di Indonesia. Salah satunya adalah gempa bumi berkekuatan 8,7 SR meluluh lantakkan bumi Nias tahun 2005, kemudian Letusan Gunung Merapi dan Gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006, dan rentetan bencana lainnya di Indonesia.

 

Potensi bencana di Indonesia tergolong sangat tinggi. Menurut catatan Badan Kordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (BAKORNAS-PBP) selama kurun waktu 1997-2004 tercatat lebih dari 1000 kali bencana. Dengan tingkat korban jiwa diperkirakan lebih dari 40,000 Jiwa. Belum termasuk data bencana Tsunami yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004, dimana korban jiwa lebih dari 200,000 orang dan di pulau Nias korban jiwa mencapai 800 orang.

 

Tingginya kejadian bencana gempa bumi yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir semakin membuktikan bahwa, Indonesia adalah salah satu dari sekian negara di dunia yang masuk dalam kategori rawan bencana, khususnya bencana alam. Tidak hanya bahaya gempa tektonik yang asalnya dari dalam bumi, namun juga gempa vulkanik karena letusan gunung berapi yang ada di atas permukaan bumi, sebab Indonesia berada pada jalur cincin api (ring of fire). Ancaman bencana juga berasal dari atas permukaan bumi, yakni lewat udara melalui apa yang kita kenal dengan sebutan perubahan iklim. Ancaman bencana alama gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi mengcam hampir 80 % wilayah Indonesia

.

Wilayah Rawan Bencana Gempa bumi, Tsunami dan Gunung berapi di Indonesia
Melihat peta bencana di Indonesia, maka hanya sebagian wilayah di kepulauan Kalimantan yang aman dari ancaman bencana gempa bumi dan tsunami. Sementara itu Gunung Berapi di Indonesia jumlahnya mencapai lebih dari 129 gunung berapi aktif dan lebih dari 500 gunung tidak aktif. Gunung berapi tersebut tersebar di pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Selama kurun waktu 100 tahun terakhir tercatat 175 ribu lebih korban jiwa akibat letusan gunung berapi.

 

KONDISI ANAK-ANAK PADA SITUASI BENCANA
Salah satu poin pembelajaran yang dapat diambil dari setiap bencana yang terjadi di Indonesia adalah bahwa –anak-anak merupakan kelompok yang sering terabaikan dan tidak tertangani dengan baik. Trauma dan dampak terhadap kesehatan anak kurang mendapat perhatian dan sering tidak tepat dalam penanganannnya. Kondisi lain yang juga mengancam anak-anak dalam situasi darurat pasca bencana adalah eksploitasi ekonomi, keterpisahan dari keluarga dan kehilangan arena dimana mereka biasa beraktifitas dan bermain dengan teman-teman sebaya.
Anak-anak dalam keadaan darurat/bencana bisa berada dibawah risiko dan ancaman karena tingkat ketergantungan mereka yang tinggi terhadap orang dewasa. Karena belum memiliki banyak pengalaman hidup, kemampuan anak untuk melindungi diri sendiri terbatas, dan mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri.

Pasca stunami di Aceh dan Nias tahun 2004, anak-anak yang selamat dari bencana alam tidak serta merta aman dari ancaman. Ratusan anak-anak menjadi korban penculikan dan trafficking yang disebabkan keterpisahan dari keluarga dan munculnya kemiskinan baru pasca bencana. Ratusan anak-anak di Nias menjadi pekerja kontruksi dan penggali tambang pasir untuk memenuhi kebutuhan material bangunan dimasa rehabilitasi dan rekonstruksi. Pasca gempa bumi di Yogyakarta dan Sumatera Barat, anak-anak dijadikan pengemis untuk mencari bantuan di jalanan.
Tingginya potensi bencana di Indonesia, namun Indonesia belum memiliki sistem penanganan bencana yang komprehensif untuk melindungi anak-anak. Dalam skema penananganan bencana Pemerintah Indonesia kurang memperhatikan aspek perlindungan dan penanganan anak-anak secara khusus dan bahkan aspek Perlindungan serta pemenuhan kak dasar Korban Bencana termasuk anak-anak hanya dipandang sebagai masalah moral dan sosial, bukan sebuah tanggung jawab dan kewajiban negara terhadap rakyatnya.


PKPA DAN MISI KEMANUSIAAN UNTUK ANAK
Melihat kenyataan yang terjadi selama ini telah mendorong keprihatinan tersendiri bagi PKPA sebagai sebuah lembaga yang konsern pada issu anak di Indonesia. Sejak tahun 2003 PKPA telah memulai misi kemanusiaan tanggap darurat, saat itu terjadi banjir bandang di Bukit Lawang-Sumatera Utara yang menewaskan lebih dari 200 orang, tahun 2004 dan 2005 tanggap darurat untuk korban gempa dan tsunami di Aceh dan Nias Island. Tahun 2006 tanggap darurat pasca gempa bumi di Klaten-Jawa Tengah, Tahun 2009 tanggap darurat pasca gempa bumi di Sumatera Barat dan Tahun 2010 tanggap darurat Korban letusan gunung Sinabung di Kabupaten Karo-Sumatera Utara.
Hingga saat ini PKPA telah melayani lebih dari 25.000 pengungsi anak dengan berbagai sektor dukungan kemanusiaan, yaitu; a) Pemulihan trauma dan gangguan psikologis anak, b) Penyediaan layanan pendidikan darurat dan pemulihan kegiatan sekolah, c) Pemenuhan gizi dan layanan ksehatan dasar untuk ibu dan anak, d) Perlindungan anak dan advokasi pemenuhan hak-hak dasar anak dipengungsian, e) Pelatihan kesiapsiagaan bencana berbasis sekolah dan komunitas anak.
Untuk memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak dalam situasi emergency, PKPA membentuk unit khusus yang disebut PKPA EMERGENCY AID-UNIT (PEA-PKPA).

Pembentukan unit khusus untuk Tanggap Darurat dan Penanggulangan Bencana di sub-bagian Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) pada tahun 2006, merupakan rencana strategis untuk mencegah berbagai kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada anak-anak dalam situasi darurat. Pembentukan unit ini didorong oleh kenyataan masih terabaikannya hak-hak dasar anak dalam setiap peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara, Pulau Nias dan Aceh.

 

Tujuan utama PKPA Emergency Aid adalah:

  1. Membangun mekanisme, sistem, struktur kerja serta prioritas layanan yang diberikan kepada anak-anak korban bencana dan konflik.
  2. Mempersiapkan tenaga sukarelawan/ lembaga kemanusiaan yang sensitif anak dalam situasi emergency.
  3. Memberikan bantuan dan respon kemanusiaan khususnya anak di daerah bencana dan konflik di Indonesia.
  4. Melakukan usaha pegurangan risiko bencana (disaster risk reduction) berperspektif anak


PEA-PKPA MERUMUSKAN DUA MODUL BENCANA
Pasca tanggap darurat gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009, PKPA mendapat keperscayaan dari dua lembaga internasional yaitu World Vision International (WVI) dan Kindernothilfe-Jerman (KNH). Modul pertama ‘Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah” bekerjasama dengan WVI. Modul kedua “Pedoman Perlindungan dan Penanganan Anak Dalam Situasi Tanggap Darurat” bekerjasama dengan KNH. Kedua modul ini akan melengkapi pedoman-pedoman yang masih terpisah di Indonesia dan belum sepenuhnya berpespektive anak.
Alasan perumusan kedua modul yang berbasikan anak-anak dan sekolah ini didasarkan pada kenyataan bahwa:

  •  Anak-anak termasuk kelompok yg paling rentan ketika bencana terjadi (beberapa
  • bencana alam di Idonesia, jumlah korban anak meninggal sangat tinggi)
  •  + 30 % waktu anak-anak berada disekolah (komunitas anak yg terorganisir)
  •  Menjadikan PRB sebagai bagian yang terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional
  •  Menguatkan partisipasi anak dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan anak-anak
  • terutama dalam issu kebencanaan.
  •  Sekolah Sering dijadikan tempat pengungsian dalam situasi tanggap darurat.

Proses yang dilalui untuk merumuskan modul ini tidak saja didasakan pada teori akademis semata, PKPA melakukan kajian-kajian lapangan dan menggali potensi kearifan lokal di Indonesia dan juga pengalaman para relawan yang pernah terlibat dalam misi tanggap darurat. Penyusunan modul “Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Sekolah” dalam gagasan ini merupakan pengembangan dari modul dan pendekatan-pendekatan yang selama ini dilakukan oleh WVI dan Mitra Pelaksana. Pengembangan modul diharapkan dapat menemukan metode yang aplikatif dan kontekstual bagi para pengguna modul dalam kegiatan PRB bersama anak-anak dan komunitas sekolah di Indonesia. Sementara KNH juga berharap modul tanggap darurat untuk anak dapat diadopsi untuk mitra-mitra KNH di negara lain yang mengalami dampak bencana seperti Indonesia.

DUKUNGAN UNTUK KESIAPSIAGAAN DAN TANGGAP DARURAT
Masih tingginya acaman becana di Indonesia maka sangat diperlukan kesiapsiagaan bencana terutama untuk dapat merespon situasi anak-anak dengan segera. PKPA Emergency Aid membutuhkan kebutuhan-kebutuhan dasar untuk kesiapsiagaan bencana yaitu:

  1. Fasilitas evakuasi anak (PKPA memiliki 2 unit mobil ambulance, namun saat situasi darurat membutuhkan biaya operasional untuk BBM, Driver dan Relawan evakuasi dan tenaga medis).
  2. Fasilitas pengungsian khusus anak: Tenda berukuran besar 6 x 8 Meter 2 unit, tenda tertutup dan memiliki lobang sirkulasi udara. Tenda khusus anak dilengkapi dengan fasilitas selimut, tempat tidur khusus (bongkar-pasang), kasur, bantal.
  3. Mobil pustaka keliling untuk peralatan belajar dan rekresional agar kegiatan psikososial dapat menjangkau semua lokasi pengungsian anak.
  4. Dukungan dana untuk memenuhi kebutuhan dasar anak (makanan bergizi, obat-obatan dan pakaian sehar-hari)

Sumber: http://www.pkpa-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=211&Itemid=287