Child abuse atau penyiksaan terhadap anak sering kita dengar. Banyak sekali berita di media cetak maupun elektronik yang memuat laporan-laporan mengenai penyiksaan anak. Biasanya terjadi di lingkungan yang paling dekat dengan anak, misalnya di rumah, lingkungan tempat tinggal, maupun sekolah.

Yang termasuk dalam kategori child abuse adalah kekerasan fisik, seksual, dan psikologis. Kekerasan fisik yang dimaksud antara lain meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, menjewer, mencekik, bahkan mengguncang badan anak. Kekerasan seksual adalah bentuk pelecehan seksual, dimana orangtua atau orang yang lebih dewasa memaksa anak untuk mendapatkan rangsangan seksual. Bentuk kekerasan seksual termasuk meminta atau memaksa seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, mempertunjukkan secara berlebihan alat kelamin kepada seorang anak, dan melakukan kontak seksual dengan anak.

Dari semua kemungkinan bentuk kekerasan pada anak, kekerasan psikologis merupakan kekerasan yang paling sulit untuk didefinisikan. Macam-macam kekerasan psikologis antara lain memberikan julukan yang negatif pada anak, mengejek, merusak barang, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, dan pelabelan atau penghinaan yang selalu dilakukan.

Kekerasan psikologis dapat mengakibatkan gangguan pada kemampuan anak bersosialisasi. Selain itu, anak cenderung menyalahkan diri sendiri atas terjadinya kekerasan tersebut dan memperlihatkan tingkah laku pasif.

Kasus child abuse yang terjadi di Indonesia justru kebanyakan dilakukan oleh orangtua. Biasanya mereka melakukan kekerasan kepada anak dengan dalih berusaha mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa anak tidak akan menjadi lebih disiplin dengan kekerasan yang mereka lakukan, sebab kekerasan malah hanya akan memperburuk perilaku anak.

“We’re not superior to our child just because we are THE PARENT.

We are just OLDER.”

Kutipan di atas mungkin dapat mengingatkan kita bahwa sebagai orangtua, kita tidak memiliki kekuasaan absolut pada anak-anak, termasuk pikiran-pikiran bahwa orangtua selalu benar. Kewajiban orangtua yang paling utama adalah memenuhi kebutuhan dan mendidik anak-anaknya.

Bagaimana cara terbaik mendidik seorang anak? Caranya adalah dengan menjadi contoh. Jika kita ingin anak kita belajar untuk menghormati orang lain, cara terbaiknya adalah dengan melihat bagaimana orangtuanya menghormati orang lain dan merasakan bagaimana orangtuanya menghormati dirinya.

Lalu, bagaimana sebenarnya cara mendisiplinkan anak yang tepat? Disiplinkan anak dengan rasa cinta. Selalu berikan pengertian dan penjelasan kepada anak setiap kali kita mendisiplinkan atau memberikan hukuman, utarakan dengan jelas apa penyebab ia merasa perlu didisiplinkan, apa yang seharusnya dilakukan, dan yang paling penting, lakukanlah dengan rasa sayang. Seorang anak harus mengetahui bahwa orangtuanya menghukum dirinya bukan karena ia dibenci, tetapi karena orangtuanya menyayanginya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mendisiplinkan anak:

  • Tetap tenang dan tidak terbawa emosi ketika anak mulai bertingkah.
  • Hindari berteriak dan menjerit kepada anak, karena hal ini dapat mengajarkan kepada anak bahwa tidak apa-apa untuk kehilangan kontrol jika ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
  • Hindari terlalu banyak kritik. Pastikan bahwa yang tidak kita sukai adalah kenakalannya, bukan karena tidak menyayangi dirinya.
  • Jangan fokus kepada tingkah laku negatif anak sepanjang waktu.
  • Hindari hukuman fisik. Hukuman fisik terbukti tidak efektif untuk mengatasi perilaku yang negatif. Hukuman fisik hanya akan membuat anak menjadi lebih agresif dan marah.
  • Ingatlah untuk selalu memberikan penghargaan dan pujian jika anak berperilaku baik

Sumber : http://edu.pelangi-tc.com