A. Hakikat dan Fungsi Keluarga

Adapun konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ikatan bathin merupakan ikatan yang bersifat psikologis. Maksudnya diantara suami dan istri harus saling mencintai satu sama lain, tidak ada paksaan dalam menjalani perkawinan. Kedua ikatan, yaitu ikatan lahir dan bathin merupakan tuntutan dalam perkawinan yang sangat mempengaruhi keutuhan sebuah keluarga. Tipe keluarga yang umumnya dikenal adalah dua tipe, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga yang diperluas (extended family). Beberapa karakteristik keluarga bahagia yang menjadi tujuan dari konseling keluarga antara lain: (1) menunjukkan penyesuaian yang tinggi, (2) menunjukkan kerja sama yang tinggi, (3) mengekspresikan perasaan cinta kasih sayang, altruistik dan teman sejati dengan sikap dan kata-kata (terbuka), (4) tujuan keluarga difokuskan kepada kebahagiaan anggota keluarga, (5) menunjukkan komunikasi yang terbuka, sopan, dan positif, (6) menunjukkan budaya saling menghargai dan memuji, (7) menunjukkan budaya saling membagi, (8) kedua pasangan menampilkan emosi yang stabil, suka memperhatikan kebutuhan orang lain, suka mengalah, ramah, percaya diri, penilaian diri yang tinggi, dan (9) komunikasi terbuka dan positif.

 

Keberadaan sebuah keluarga pada hakikatnya untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) fungsi kasih sayang, yaitu memberikan cinta erotik, cinta kasih sayang, cinta altruistik, dan cinta teman sejati, (2) fungsi ekonomi, (3) fungsi status, (4) fungsi pendidikan, (5) fungsi perlindungan, (6) fungsi keagamaan, (7) fungsi rekreasi, dan (8) fungsi pengaturan seks.
Pada umumnya masalah-masalah yang muncul dalam keluarga adalah berkenaan dengan: (1) masalah hubungan sosial-emosional antar anggota keluarga, (2) masalah hubungan antar keluarga, (3) masalah ekonomi, (4) masalah pekerjaan, (5) masalah pendidikan, (6) masalah kesehatan, (7) masalah seks, dan (8) masalah keyakinan atau agama.
 
 
B. Asumsi Dasar Konseling Keluarga
Adapun inti dari pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan profesional dari seorang konselor didasari oleh asumsi dasar sebagai berikut:
1. Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau sakitnya seorang anggota keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh interaksi yang tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
2. Ketidak tahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam menjalani kehidupan keluarga.
3. Situasi hubungan suami-isteri dan antar keluarga lainya.
4. Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga
5. Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga
6. Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi hubungan semua anggota keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Perez (1979) menyatakan sebagai berikut:
Family therapi is an interactive proses which seeks to aid the family in regainnga homeostatic balance with all the members are confortable.
 
Dari definisi di atas konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ini berarti bahwa sebuah keluarga membutuhkan pendekatan yang beragam untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh anggota keluarga. Rumusan di atas memuat dua implikasi yaitu; terganggunya kondisi seorang anggota keluarga merupakan hasil adaptasi/interaksi terhadap lingkungan yang sakit yang diciptakan didalam keluarga. Kedua, seorang anggota keluarga yang mengalami gangguan emosional akan mempengaruhi suasana dan interaksi anggota keluarga yang lain, sehingga diupayakan pemberian bantuan melalui konseling keluarga. Terlaksananya konseling keluarga akan membantu anggota keluarga mencapai keseimbangan psiko dan psikis sehingga terwujudnya rasa bahagia dan kenyamanan bagi semua anggota keluarga.
 
C. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang bersifat profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang lain.
3. Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.
4. Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.
5. Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
6. Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan keluarganya.
Agar mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor keluarga hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas
2. Etika professional, yakni kemampuan memahami dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan dalam hubungan pelayanan konseling terhadap anggota keluarga
3. Terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga
4. Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
5. Memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga.
6. Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling keluarga.
7. Harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.
 
DAFTAR BACAAN
 
Perez, J.F. 1979. Family Counseling. New York : Van Nostrand.
 
Bernard, Hatorld W. & Fullmer, D.W. 1987. Principle of Guidance. Secon Edition. New York : Harper and Row Publisher.
 
Brammer, Lawrence M. & Shostrom, E.L. 1982. Thepetic Psychology : Foundamentals of Counseling and Psychoterapy. New Jersey : Prentice-Hall.
 
Brown Duance J. Srebalus David. 1988. An Introduction to the Counseling Profession. USA : by Allyn & Bacon
 
Corey, Gerald. 2004. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company
 
Dagun.2002.Psikologi Keluarga.Jakarta
 
Elida Prayitno.Konseling Keluarga.Padang: FIP Universitas Negeri Padang
 
May Rollo.2003. The Art of Counseling. New Jersey : Prentice Hall, Inc
 
Nichols, F.H. dan Goldstein, A.P. 1984. Family Therapy : concept and Methods. New York : Gardner Press
 
Perez, J.F. 1979. Family Counseling. New York : Van Nostrand.
 
Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang